“Aceh adalah rumah kedua saya,”tutur Ridwan Kamil sebelum mulai memaparkan proses perancangan Museum Tsunami Aceh dalam sebuah diskusi bertajuk Designing Memorials: American and Indonesian Architects Commemorate the Past, Give Light to the Future yang diadakan oleh Pusat Kebudayaan Amerika, Rabu malam (11/09/2013) di @america, Jakarta.
Rumoh Aceh as Escape Hill karya Ridwan Kamil memenangkan Sayembara Merancang Museum Tsunami Aceh yang diselenggarakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR Aceh-Nias) pada 17 Agustus 2007 lalu. Ridwan Kamil merancang Museum Tsunami bukan sekedar sebuah musium pada umumnya yang dikunjungi hari ini lalu didatangi lagi berpuluh tahun kemudian. Tapi dirancang dengan konsep sebagai ruang terbuka untuk publik, tempat untuk hang out, zona edukasi, zona perenungan dan pengingat serta tempat untuk memetik dan belajar banyak dari peristiwa tragedi tsunami Aceh, 26 Desember 2004.
Museum Tsunami Aceh mulai dibangun pada tahun 2007, diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Pebruari 2009 dan baru resmi dibuka untuk umum 8 Mei 2009.
Fasad Museum Tsunami Aceh terinspirasi dari tari Saman yang menggambarkan hubungan antar umat manusia. Memasuki musium pengunjung akan melewati sebuah lorong yang disebut Space of Fear (Lorong Tsunami), suasana saat tsunami menggulung Aceh akan dirasakan di tempat ini. Aliran air di dinding sepanjang lorong yang sempit dan gelap disertai suara gemuruh air adalah refleksi ketakutan yang luar biasa ketika para korban berlari menyelamatkan diri dari kejaran air bah.
Di ujung lorong ini pengunjung akan dibawa masuk ke Space of Memory (Ruang Kenangan) dimana terdapat 26 monitor yang menyajikan gambar-gambar peristiwa bencana tsunami. Satu peristiwa yang memilukan, namun ada hikmah dibalik semua kejadian itu.
Kenangan pahit memang tak mudah untuk dilupakan, terlebih saat kita melangkah ke tempat perhentian dimana orang-orang yang kita kasihi bersemayam. Di balik semua kehilangan yang kita rasakan, ada DIA sumber kekuatan yang akan menuntun untuk terus melangkah. Dari Ruang Kenangan pengunjung akan diarahkan untuk masuk ke sebuah ruang perenungan yang disebut Space of Sorrow (Sumur Doa).
Keluar dari sumur doa, pengunjung akan melewati Space of Confuse (Lorong Cerobong) yang didesain dengan lantai berkelok. Refleksi kebingungan para korban saat berusaha untuk menyelamatkan diri, mencari sanak keluarga dan kehilangan harta benda karena tsunami. Jangan berhenti, teruslah melangkah hingga kau temukan Space of Hope (Jembatan Harapan). Dalam setiap peristiwa yang kita hadapi selalu ada harapan untuk bangkit merengkuh cahaya yang baru. Meraih uluran tangan sahabat dan bergandengan tangan menuju hidup yang baru.
Terakhir, Ridwan Kamil tak lupa menjelaskan bagian atap musium yang berbentuk datar dan lapang dirancang sebagai zona evakuasi jika sewaktu – waktu terjadi gempa. Museum Tsunami Aceh juga dilengkapi dengan ruang pamer, ruang audiovisual, ruang cinderamata dan restoran. Meski konsep awal benda-benda yang seharusnya mengisi setiap ruangan di dalam musium ini agak melenceng dari harapan sang desainer, dirinya tetap bangga musium ini bisa berguna bagi generasi yang akan datang.
Ridwan Kamil yang akan dilantik menjadi Walikota Bandung periode 2013 – 2018 pada Senin (16/09/2013) mengatakan, banyak momen emosional, banyak air mata yang tertumpah selama mengerjakan desain Museum Tsunami Aceh. Itulah sebabnya mengapa Aceh menjadi sangat spesial bagi Emil, panggilan akrab dosen di Institut Teknologi Bandung ini.
Museum Tsunami Aceh adalah salah satu ikon Banda Aceh yang wajib dikunjungi saat bertandang ke Nanggroe Aceh, Saleum [Admin_PK].